Jakarta, incatravel.co.id – Sekitar pukul 08.00 pagi, angin pantai mulai terasa hangat. Di ujung Kabupaten Tangerang, tepatnya di Desa Kronjo, sebuah pulau kecil tampak seperti memanggil dari kejauhan. Namanya cukup unik: Pulau Cangkir. Bukan karena bentuknya mirip alat minum, tapi karena konon di masa lalu, tempat ini menjadi pelabuhan kecil untuk para pelaut dan pedagang yang “singgah sejenak seperti menyesap secangkir teh.”
Mungkin tak banyak yang tahu bahwa Banten menyimpan potongan surga semacam ini. Jika kamu hanya mengenal Anyer atau Tanjung Lesung sebagai destinasi wisata pantai, maka Pulau Cangkir adalah cerita berbeda—lebih tenang, lebih spiritual, dan justru karena kesederhanaannya, terasa menyentuh.
Secara administratif, pulau ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Ukurannya kecil, hanya sekitar 4,5 hektare. Tapi jangan salah, Pulau Cangkir bukan sekadar daratan kecil dikelilingi laut. Ia adalah saksi sejarah, tempat ziarah, sekaligus lokasi healing yang jarang diliput media.
Warga sekitar percaya bahwa pulau ini memiliki nilai spiritual tinggi karena adanya makam tokoh penyebar Islam, yaitu Syekh Waliyuddin atau dikenal juga dengan nama Pangeran Jaga Lautan. Inilah alasan mengapa Pulau Cangkir sering dikunjungi bukan hanya oleh wisatawan, tapi juga peziarah dari berbagai daerah di Jawa.
Daya Tarik Pulau Cangkir: Antara Religi dan Keindahan Alam
Menginjakkan kaki di Pulau Cangkir, kamu tidak akan langsung disambut oleh resort mewah atau wahana air. Tapi justru itulah keindahannya. Tempat ini seperti membekukan waktu—damai, bersahaja, dan sarat nilai budaya.
1. Wisata Religi
Pusat utama dari pulau ini adalah makam keramat Syekh Waliyuddin. Tidak sedikit peziarah yang datang dari luar kota, terutama menjelang bulan Ramadhan atau hari-hari besar Islam. Mereka datang dengan harapan mendapat berkah, ketenangan batin, atau sekadar mendoakan leluhur mereka.
Makam ini dikelola dengan baik oleh warga sekitar. Ada area istirahat, tempat wudu, dan penjaga yang siap membantu jika kamu datang untuk ziarah. Suasana di sekitarnya terasa hening, bahkan di siang hari. Angin laut yang menerpa membuat suasana makin sakral.
2. Keindahan Pesisir
Meski mungil, Pulau Cangkir punya garis pantai yang menawan. Terutama di pagi hari saat cahaya matahari baru menyapa laut utara Jawa. Banyak pengunjung duduk di tepian, menikmati suara ombak dan aroma khas pantai. Beberapa anak muda yang membawa kamera memilih tempat ini untuk foto prewedding bernuansa alam dan religi.
Di bagian selatan pulau, kamu bisa menyaksikan hutan bakau yang tumbuh subur. Area ini sering dijadikan lokasi edukasi lingkungan oleh sekolah-sekolah sekitar. Dengan jembatan kayu kecil, pengunjung bisa menyusuri bakau sambil mendengar kicauan burung.
3. Jembatan Cinta Menuju Pulau
Salah satu ikon Pulau Cangkir adalah jembatan beton sepanjang 400 meter yang menghubungkan daratan utama ke pulau. Meski fungsional, banyak warga menyebutnya “jembatan cinta” karena sering dijadikan tempat berfoto pasangan. Di sisi kanan dan kiri jembatan, kamu bisa melihat tambak dan kapal-kapal nelayan yang berlabuh.
Akses dan Fasilitas: Mudah Dijangkau, Meski Sederhana
Banyak orang membayangkan pulau terpencil itu sulit dijangkau. Tapi Pulau Cangkir justru sebaliknya. Letaknya tak jauh dari pusat Kota Tangerang, hanya sekitar 60–70 kilometer, atau sekitar 2 jam perjalanan darat dari Jakarta.
Rute Menuju Pulau Cangkir:
-
Dari Jakarta, ambil Tol Jakarta–Merak, keluar di gerbang Balaraja Barat.
-
Lanjutkan perjalanan menuju Kronjo melalui Jalan Raya Kresek.
-
Ikuti petunjuk menuju Desa Kronjo dan tanyakan arah ke Pulau Cangkir. Warga lokal sangat ramah dan akan membantu.
Setelah sampai di ujung jalan desa, kamu bisa memarkir kendaraan dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki di atas jembatan beton.
Fasilitas Umum:
-
Area parkir cukup luas untuk kendaraan roda dua dan roda empat.
-
Warung makan sederhana yang menjual makanan lokal seperti ikan bakar, nasi uduk, dan es kelapa muda.
-
Toilet umum tersedia di dekat makam dan area pantai.
-
Tempat ibadah berupa musholla yang bersih dan teduh.
Meski fasilitasnya belum sekelas destinasi wisata mainstream, tempat ini cukup nyaman untuk wisata keluarga, terutama yang ingin merasakan suasana santai dan spiritual.
Cerita Masyarakat Lokal dan Upaya Pelestarian
Pulau Cangkir bukan hanya tempat wisata, tapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari warga Kronjo. Mayoritas penduduk di sekitar pulau bekerja sebagai nelayan, pedagang makanan, atau penjaga kawasan wisata religi.
Sosok Penjaga Makam
Pak Karno, salah satu penjaga makam Syekh Waliyuddin, sudah mengabdikan diri lebih dari 15 tahun. Ia bercerita bahwa dulu, pulau ini sering tergenang saat air laut pasang. Tapi sejak jembatan beton dibangun pada awal 2000-an, akses jadi lebih mudah dan pengunjung pun meningkat.
Menurutnya, “Kadang ada rombongan dari Bogor, kadang dari Cirebon. Mereka datang malam-malam, nginep di musholla, terus pagi ziarah.”
Pelestarian Mangrove
Di bagian selatan pulau, ada komunitas pemuda yang giat menanam mangrove sejak 2018. Tujuannya bukan hanya mencegah abrasi, tapi juga menjaga kelestarian lingkungan yang mulai terancam akibat cuaca ekstrem.
Beberapa mahasiswa dari universitas negeri di Jakarta juga kerap datang untuk penelitian ekosistem pantai. Pulau kecil ini jadi laboratorium hidup yang ideal karena punya berbagai elemen: laut, bakau, perkampungan, dan situs sejarah.
Mengapa Pulau Cangkir Layak Masuk Bucket List Liburan Kamu?
Di tengah gempuran destinasi wisata modern dan mahal, Pulau Cangkir menawarkan sesuatu yang berbeda: pengalaman spiritual dan kedekatan dengan alam dalam balutan kesederhanaan. Tempat ini cocok untuk:
-
Mereka yang ingin healing dari hiruk pikuk kota.
-
Wisata religi dan ziarah keluarga.
-
Penggemar sejarah penyebaran Islam di pesisir Jawa.
-
Aktivitas fotografi dengan latar pantai dan jembatan ikonik.
-
Edukasi lingkungan dan wisata anak sekolah.
Harga tiket masuknya pun sangat terjangkau, biasanya hanya berupa donasi sukarela untuk kebersihan dan pengelolaan makam.
Beberapa tips jika kamu ingin berkunjung:
-
Datang pagi atau sore hari untuk cuaca yang bersahabat.
-
Pakai topi atau payung karena matahari bisa cukup terik.
-
Hormati pengunjung lain, terutama yang sedang ziarah.
-
Jangan buang sampah sembarangan, bantu jaga kebersihan pulau.
Pulau ini memang belum banyak diliput influencer atau travel vlogger besar, tapi justru itu nilai tambahnya. Kamu bisa merasakan suasana yang masih murni, jauh dari keramaian, dan sangat cocok untuk refleksi diri.
Penutup
Pulau Cangkir bukan tempat yang akan mengagetkanmu dengan kemewahan. Tapi ia akan menyentuhmu dengan kesederhanaannya. Di tengah deburan ombak yang lembut dan doa-doa yang mengalun dari para peziarah, kamu bisa menemukan sesuatu yang tak bisa dibeli—ketenangan.
Di sinilah letak kekuatan wisata Pulau Cangkir: ia tidak mencoba tampil mewah, tapi justru mengajak kamu kembali ke hal yang paling dasar—hubungan dengan alam, sejarah, dan spiritualitas.
Jika kamu ingin liburan yang berbeda, tanpa perlu jauh-jauh ke Bali atau Lombok, maka jawabannya bisa saja ada di utara Tangerang. Di sebuah pulau kecil yang dulunya tempat singgah para pelaut, dan kini menjadi tempat kembali bagi mereka yang ingin menyapa laut dan langit dalam diam.
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Travel
Baca Juga Artikel dari: Hallstatt: Kisah Seru & Rahasia Liburan Anti Mainstream
Kunjungi Website Resmi: kasihwede