Jakarta, incatravel.co.id – Pagi itu, kabut masih menggantung di atas hamparan sawah hijau. Udara terasa lembap dan segar, sementara di kejauhan, suara ayam jantan bersahut-sahutan. Di tengah suasana khas pedesaan itu, tampak sekelompok anak sekolah berjalan riang, mengenakan topi jerami, sambil membawa sekop kecil di tangan. Mereka bukan sedang bermain—mereka sedang belajar.
Belajar menanam, memanen, dan memahami dari mana makanan mereka berasal. Inilah wajah baru pariwisata desa di Indonesia: Edufarm Desa.
Konsep edufarm atau educational farming lahir dari keinginan untuk menghadirkan pengalaman belajar berbasis alam dan pertanian. Tidak hanya sekadar berwisata, pengunjung diajak berinteraksi langsung dengan kegiatan pertanian, peternakan, hingga pengolahan hasil bumi.
Bagi banyak orang kota, terutama anak-anak, pengalaman ini jadi momen pertama mereka menyentuh tanah, memegang cangkul, atau memberi makan sapi secara langsung.
Menurut sejumlah penggiat wisata desa di Yogyakarta dan Bali, konsep edufarm mulai ramai sejak lima tahun terakhir.
Perkembangan ini tidak lepas dari tren eco-tourism dan keinginan masyarakat untuk mencari wisata yang tidak hanya menghibur, tapi juga mendidik.
Edufarm Desa, dalam konteks yang lebih luas, bukan sekadar tempat wisata—ia adalah jembatan antara generasi modern dan akar budaya agraris bangsa.
Indonesia, yang sejak dulu dikenal sebagai negara agraris, kini berupaya menghidupkan kembali semangat bertani melalui pendekatan yang lebih segar, menyenangkan, dan relevan bagi anak muda.
Apa Itu Edufarm Desa dan Mengapa Konsep Ini Diminati?
Edufarm Desa merupakan kombinasi antara pendidikan, pertanian, dan pariwisata. Di dalamnya, pengunjung tidak hanya datang untuk melihat pemandangan alam, tetapi juga ikut serta dalam kegiatan yang bersifat interaktif dan mendidik.
Mulai dari belajar menanam padi, membuat pupuk organik, memerah susu sapi, hingga mengolah hasil kebun menjadi produk bernilai jual.
Konsep ini sebenarnya sudah berkembang di banyak negara maju, seperti Jepang dan Korea Selatan, di mana wisata edukasi pertanian menjadi bagian dari kurikulum sekolah.
Namun di Indonesia, daya tariknya justru lebih kuat karena konteksnya yang dekat dengan kehidupan masyarakat desa.
Beberapa Kegiatan Favorit di Edufarm Desa
-
Menanam dan Memanen Tanaman
Anak-anak diajak turun ke sawah, memegang lumpur, dan menanam bibit padi atau sayur. Ini bukan sekadar bermain tanah, tapi pengalaman nyata tentang siklus hidup makanan. -
Beternak dan Memerah Susu
Di beberapa edufarm, seperti di Lembang atau Boyolali, pengunjung bisa memberi makan kambing, domba, atau sapi, bahkan belajar cara memerah susu yang benar. -
Workshop Olahan Pertanian
Ada juga kelas membuat produk lokal seperti dodol, selai, atau keripik singkong. Hasilnya bisa dibawa pulang, sekaligus menjadi bentuk apresiasi terhadap hasil bumi. -
Belajar Hidroponik dan Pertanian Modern
Edufarm tidak selalu identik dengan sawah tradisional. Banyak yang sudah menggabungkan teknologi seperti hidroponik, aquaponik, hingga smart farming agar anak muda bisa mengenal pertanian masa depan. -
Wisata Kuliner Lokal dan Homestay Desa
Selain belajar, pengunjung juga bisa menikmati hidangan khas pedesaan, seperti nasi liwet, sayur asem, atau sambal terasi buatan warga.
Beberapa desa wisata bahkan menyediakan homestay agar pengunjung bisa merasakan kehidupan desa secara autentik.
Mengapa Edufarm Desa Diminati?
-
Relevan dengan tren “back to nature” di kalangan keluarga muda.
-
Memberi pengalaman edukatif yang jarang didapatkan di kota.
-
Mendukung ekonomi masyarakat desa melalui pariwisata berbasis komunitas.
-
Menumbuhkan kesadaran lingkungan dan kemandirian pangan.
Tidak mengherankan jika kini banyak sekolah menjadikan edufarm sebagai destinasi kunjungan rutin tahunan.
Selain seru, pengalaman ini memberi makna yang lebih dalam dibanding sekadar jalan-jalan ke mal atau taman bermain.
Peran Edufarm Desa dalam Membangun Ekonomi dan Pendidikan Lokal
Lebih dari sekadar tempat rekreasi, Edufarm Desa kini menjadi motor ekonomi baru bagi masyarakat pedesaan.
Bagi banyak petani, yang dulu hanya bergantung pada hasil panen musiman, konsep ini membuka peluang baru: menjadi pelaku wisata sekaligus pendidik informal.
a. Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Desa
Ketika sebuah desa mengembangkan wisata edufarm, otomatis muncul ekosistem ekonomi baru.
Petani tak hanya menjual hasil panen, tapi juga menjual pengalaman—dan pengalaman ini bernilai tinggi.
Dari tiket masuk, jasa pemandu, kuliner lokal, hingga produk oleh-oleh, semuanya melibatkan warga sekitar.
Contohnya di Edufarm Nglinggo Kulon Progo, Yogyakarta, petani teh dan kopi kini menjadi pemandu wisata yang menjelaskan proses pengolahan daun teh dan biji kopi kepada pengunjung.
Pendapatan mereka meningkat hingga tiga kali lipat dibanding sebelumnya.
b. Pendidikan Berbasis Alam
Edufarm Desa memberi ruang bagi pembelajaran yang lebih konkret dan kontekstual.
Alih-alih hanya belajar teori di kelas, siswa bisa melihat langsung proses fotosintesis, daur air, hingga cara kerja ekosistem pertanian.
Hal ini sejalan dengan konsep “education for sustainable development” yang kini didorong UNESCO—pendidikan yang membentuk kesadaran ekologis sejak dini.
c. Penguatan Identitas Budaya
Setiap desa memiliki tradisi pertanian yang unik. Ada yang masih menggunakan kerbau untuk membajak sawah, ada pula yang menanam dengan upacara adat tertentu.
Melalui edufarm, tradisi ini tidak hanya dilestarikan tapi juga diperkenalkan kepada generasi muda.
Seperti di Desa Wisata Pujon Kidul, Malang, pengunjung bisa belajar cara tanam sayur khas daerah sambil menikmati keindahan perbukitan.
d. Pemberdayaan Perempuan dan Anak Muda
Banyak perempuan desa kini menjadi pelaku utama edufarm.
Mereka mengelola homestay, menyiapkan kuliner lokal, hingga mengajar keterampilan seperti membuat kerajinan dari bambu.
Sementara itu, anak muda desa berperan sebagai pengelola media sosial, pemandu wisata, dan pelatih teknologi pertanian.
Dengan begitu, edufarm menjadi wadah lintas generasi yang produktif dan inklusif.
Contoh Nyata Sukses Edufarm Desa di Indonesia
Beberapa daerah di Indonesia telah berhasil menjadikan Edufarm Desa sebagai ikon wisata edukatif yang dikenal luas, bahkan hingga mancanegara.
1. Edufarm Kampoeng Kopi Banaran (Semarang, Jawa Tengah)
Di sini, pengunjung diajak menyusuri kebun kopi seluas puluhan hektare.
Tak hanya menikmati aroma kopi segar, wisatawan juga bisa belajar proses penanaman, pemetikan, hingga penyeduhan biji kopi.
Kegiatan ini dikemas dengan cara menyenangkan, termasuk tur naik kereta mini di tengah kebun.
2. Edufarm Lembang Agri Park (Bandung, Jawa Barat)
Konsepnya memadukan pertanian modern dan hiburan keluarga.
Anak-anak bisa belajar hidroponik, menanam strawberry, hingga memanen sayur sendiri.
Selain itu, ada area edukasi lingkungan tentang daur ulang sampah dan konservasi air.
3. Desa Wisata Pentingsari (Yogyakarta)
Salah satu pelopor wisata edukasi berbasis alam di Indonesia.
Selain belajar bertani, pengunjung bisa tinggal di rumah penduduk dan mengikuti kegiatan harian warga seperti menumbuk padi, membuat tempe, dan menanam di sawah.
4. Edufarm Bali Organic Farm
Berfokus pada pertanian organik dan gaya hidup berkelanjutan.
Wisatawan diajak memahami pentingnya tanah sehat dan sistem pertanian tanpa pestisida kimia.
Uniknya, banyak turis mancanegara datang untuk belajar dan magang langsung di sini.
Keberhasilan tempat-tempat tersebut membuktikan bahwa edufarm bukan sekadar tren wisata, tapi solusi nyata untuk menghidupkan potensi desa dan memperkuat kesadaran lingkungan masyarakat.
Tantangan dan Peluang Pengembangan Edufarm Desa di Masa Depan
Meski potensinya besar, pengembangan edufarm di Indonesia tidak lepas dari sejumlah tantangan.
Namun di balik setiap tantangan, selalu ada peluang yang bisa dioptimalkan.
a. Tantangan
-
Kurangnya Promosi Digital
Banyak edufarm masih bergantung pada promosi dari mulut ke mulut. Padahal, media sosial bisa menjadi alat efektif untuk menarik wisatawan muda.
Diperlukan pendampingan agar desa mampu mengelola branding digital dengan baik. -
Fasilitas dan Aksesibilitas Terbatas
Sebagian lokasi edufarm sulit dijangkau kendaraan umum, dan belum memiliki fasilitas lengkap seperti toilet bersih atau area istirahat yang nyaman. -
Keterbatasan SDM di Bidang Manajemen Wisata
Tidak semua petani memahami cara mengelola wisata. Diperlukan pelatihan manajemen dan hospitality agar pengalaman pengunjung tetap optimal. -
Perubahan Iklim
Cuaca ekstrem dan pola musim yang tidak menentu bisa mempengaruhi hasil pertanian, yang menjadi daya tarik utama edufarm.
b. Peluang
-
Integrasi dengan Teknologi Pertanian Modern
Edufarm bisa menjadi laboratorium hidup untuk memperkenalkan teknologi seperti sensor kelembapan, drone pertanian, atau sistem irigasi pintar. -
Kolaborasi dengan Sekolah dan Universitas
Lembaga pendidikan bisa menjadikan edufarm sebagai lokasi field trip, penelitian, atau pengabdian masyarakat. -
Wisata Ramah Lingkungan dan Wellness Tourism
Tren global menuju wisata berkelanjutan memberi peluang besar bagi edufarm untuk menjadi destinasi pilihan wisatawan lokal dan asing. -
Ekonomi Kreatif Desa
Produk hasil edufarm seperti madu, teh herbal, atau kerajinan bambu bisa dikembangkan menjadi oleh-oleh khas dengan nilai ekonomi tinggi.
Peluang ini menunjukkan bahwa masa depan edufarm desa akan sangat cerah jika dikelola dengan inovasi dan kolaborasi yang tepat.
Edufarm Desa dan Peran Generasi Muda: Menyemai Harapan Baru
Di tengah tantangan urbanisasi dan menurunnya minat bertani, edufarm hadir sebagai cara baru untuk menarik anak muda kembali ke desa.
Bukan dengan cara lama yang keras dan penuh lumpur, tetapi melalui pendekatan modern: pertanian digital, pemasaran daring, dan wisata edukatif.
Banyak anak muda desa kini mulai melihat bahwa bertani bisa menjadi profesi keren—apalagi jika dikemas dengan nilai edukasi dan ekonomi.
Mereka memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan kegiatan edufarm, membuat vlog, hingga membuka pelatihan daring tentang cara menanam hidroponik di rumah.
Kisah sukses muncul dari berbagai daerah.
Seperti Rian, pemuda asal Garut, yang mendirikan edufarm kecil di lahan keluarganya. Ia memanfaatkan Instagram dan TikTok untuk memperkenalkan pertanian organik. Dalam setahun, usahanya menarik ribuan pengunjung dan bahkan diliput media nasional.
Generasi muda menjadi kunci kelangsungan konsep ini.
Mereka tidak hanya menjadi penerus petani lama, tapi juga pionir inovasi pertanian digital dan pariwisata berkelanjutan.
Kesimpulan: Edufarm Desa, Simbol Kembali ke Akar yang Mencerahkan Masa Depan
Edufarm Desa bukan hanya tentang wisata. Ia adalah gerakan sosial yang menghubungkan manusia dengan alam, pengetahuan dengan pengalaman, dan tradisi dengan inovasi.
Dalam satu kunjungan ke edufarm, anak-anak belajar tentang siklus kehidupan tanaman. Remaja memahami pentingnya ketahanan pangan. Dan orang tua diingatkan kembali bahwa kemakmuran sejati sering kali tumbuh dari tanah yang subur.
Konsep ini membawa pesan yang lebih besar: bahwa desa bukan tempat tertinggal, melainkan ruang masa depan di mana kemandirian pangan, edukasi, dan pariwisata berpadu menjadi satu ekosistem berkelanjutan.
Jika dikelola dengan baik, Edufarm Desa bisa menjadi salah satu kekuatan utama Indonesia dalam mewujudkan wisata hijau dan pendidikan ekologis di Asia Tenggara.
Sebuah langkah kecil yang bisa menumbuhkan generasi baru yang mencintai bumi—dimulai dari satu biji benih yang ditanam di tanah desa.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Travel
Baca Juga Artikel Dari: Agrowisata Apel: Menyatu dengan Alam, Menyentuh Kehidupan