Jakarta, incatravel.co.id – Suatu pagi di Desa Menjangan, Bali Barat, sekelompok wisatawan muda terlihat sibuk memunguti sampah plastik di pantai sebelum menyelam. Bukan karena diperintah, tapi karena mereka bagian dari program ekowisata Indonesia. Setelah itu, mereka menikmati keindahan bawah laut yang penuh karang warna-warni.
Fenomena seperti ini menandai perubahan cara orang berwisata. Bukan lagi sekadar jalan-jalan, foto-foto, lalu pulang. Kini banyak wisatawan ingin liburan yang memberi manfaat bagi alam dan masyarakat lokal. Ekowisata jadi jawabannya.
Indonesia, dengan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa, adalah “rumah emas” bagi ekowisata. Mulai dari hutan hujan Kalimantan, desa adat di Flores, hingga taman laut Raja Ampat, semuanya bisa jadi contoh nyata wisata berkelanjutan. Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang apa itu ekowisata, potensi besar Indonesia, manfaat bagi masyarakat, hingga tantangan yang harus dihadapi.
Apa Itu Ekowisata Indonesia?

Ekowisata berasal dari kata ecological tourism, yaitu konsep pariwisata yang menekankan keberlanjutan lingkungan, konservasi alam, serta pemberdayaan masyarakat lokal. Bedanya dengan wisata biasa, ekowisata menuntut kesadaran penuh dari wisatawan agar tidak sekadar menikmati, tapi juga ikut menjaga.
Ciri khas ekowisata di Indonesia antara lain:
-
Berbasis alam: hutan, laut, pegunungan, dan desa tradisional.
-
Memberdayakan masyarakat lokal: penduduk setempat menjadi pemandu, pengelola homestay, atau penyedia makanan.
-
Menekankan edukasi: wisatawan tidak hanya jalan-jalan, tapi juga belajar tentang flora, fauna, dan budaya setempat.
-
Mengurangi dampak lingkungan: penggunaan energi terbarukan, pengelolaan sampah, dan transportasi ramah lingkungan.
Anekdot nyata bisa dilihat di Desa Pentingsari, Sleman, Yogyakarta. Warga di sana mengelola homestay sederhana, mengajak tamu belajar bertani, dan melestarikan gamelan. Hasilnya, desa itu bukan hanya jadi destinasi wisata, tapi juga pusat ekonomi baru bagi penduduk.
Potensi Besar Ekowisata di Indonesia
Indonesia dikenal sebagai negara mega-biodiversitas kedua di dunia setelah Brasil. Hampir setiap provinsi memiliki potensi ekowisata.
1. Hutan dan Gunung
-
Taman Nasional Gunung Leuser (Aceh & Sumut): rumah bagi orangutan Sumatera.
-
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (Jawa Timur): selain gunung berapi ikonik, juga ada budaya masyarakat Tengger.
2. Laut dan Pantai
-
Raja Ampat (Papua Barat): surganya penyelam dunia dengan ribuan spesies laut.
-
Taman Laut Bunaken (Sulawesi Utara): terkenal dengan “wall diving” dan ekosistem laut yang kaya.
3. Desa Adat dan Budaya
-
Wae Rebo (Flores, NTT): desa di ketinggian dengan rumah adat berbentuk kerucut.
-
Baduy (Banten): masyarakat yang menjaga tradisi tanpa listrik dan teknologi modern.
4. Kawasan Pesisir dan Hutan Mangrove
-
Karimunjawa (Jawa Tengah): perpaduan wisata bahari dan konservasi penyu.
-
Mangrove Wonorejo (Surabaya): contoh ekowisata perkotaan yang berhasil.
Laporan media nasional mencatat, sektor ekowisata di Indonesia bisa menjadi tulang punggung pariwisata berkelanjutan. Terutama setelah pandemi, wisatawan cenderung mencari pengalaman alam yang lebih sehat dan jauh dari keramaian.
Manfaat Ekowisata bagi Masyarakat dan Lingkungan
Mengapa ekowisata begitu penting? Jawabannya sederhana: karena ia memberi manfaat ganda, baik untuk manusia maupun alam.
1. Manfaat Ekonomi
Ekowisata membuka peluang kerja baru. Dari pemandu wisata, pengelola homestay, penjual kerajinan, hingga penyedia makanan lokal. Pendapatan tidak lagi hanya bergantung pada sektor tradisional seperti pertanian.
2. Konservasi Alam
Semakin banyak wisatawan datang untuk melihat keindahan alam, semakin besar insentif masyarakat untuk melindunginya. Misalnya, masyarakat Karimunjawa menjaga laut agar wisatawan tetap bisa melihat penyu dan terumbu karang.
3. Pelestarian Budaya
Ekowisata membuat budaya lokal tetap hidup. Tari-tarian, upacara adat, hingga makanan tradisional kembali mendapat apresiasi dari generasi muda.
4. Edukasi Lingkungan
Wisatawan, terutama anak muda, bisa belajar tentang pentingnya ekosistem. Misalnya, saat ikut menanam mangrove, mereka belajar bagaimana pohon itu melindungi pantai dari abrasi.
Kisah inspiratif datang dari Kampung Naga di Jawa Barat. Warga berhasil menjaga adat istiadat sambil menerima wisatawan yang ingin belajar. Pendapatan meningkat, budaya tetap lestari.
Tantangan Ekowisata Indonesia
Meski potensinya luar biasa, pengembangan ekowisata Indonesia tidak lepas dari tantangan besar.
1. Infrastruktur Terbatas
Banyak lokasi ekowisata sulit diakses. Jalan sempit, transportasi terbatas, hingga minim fasilitas dasar seperti air bersih.
2. Over Tourism
Beberapa destinasi populer menghadapi masalah kunjungan berlebihan. Akibatnya, lingkungan justru terancam rusak. Contoh kasus sempat terjadi di Taman Nasional Komodo, di mana jumlah wisatawan yang membludak dikhawatirkan mengganggu ekosistem.
3. Edukasi dan Kesadaran
Tidak semua wisatawan sadar pentingnya menjaga lingkungan. Masih ada yang buang sampah sembarangan atau merusak karang saat snorkeling.
4. Konflik Kepentingan
Kadang ada tarik-menarik antara pengembangan wisata masif dengan konsep ekowisata yang lebih terbatas. Pemerintah ingin pemasukan tinggi, sementara masyarakat lokal ingin keberlanjutan.
5. Pandemi dan Adaptasi
Pandemi COVID-19 sempat membuat ekowisata terpuruk. Namun kini, banyak pelaku wisata justru menjadikannya momentum untuk kembali ke konsep wisata alam yang lebih sehat.
Dalam sebuah laporan media, seorang pengelola desa wisata di Bali mengatakan, “Kami ingin tamu datang bukan hanya untuk foto, tapi juga untuk belajar dan pulang dengan kesadaran baru.”
Masa Depan Ekowisata Indonesia
Lalu, ke mana arah ekowisata Indonesia? Ada beberapa tren yang kini mulai terlihat:
1. Digitalisasi Ekowisata
Aplikasi pemesanan homestay lokal, promosi lewat media sosial, hingga tur virtual mulai digunakan untuk mengenalkan ekowisata.
2. Kolaborasi dengan Komunitas
Komunitas lokal semakin diberdayakan. Mereka dilibatkan sejak tahap perencanaan hingga pengelolaan destinasi.
3. Wisata Edukasi dan Riset
Ekowisata bukan hanya untuk rekreasi, tapi juga menjadi laboratorium alam bagi mahasiswa, peneliti, dan sekolah.
4. Green Certification
Beberapa destinasi mulai mengadopsi sertifikasi ramah lingkungan. Ini memberi jaminan bagi wisatawan internasional bahwa kunjungan mereka tidak merusak alam.
5. Ekowisata sebagai Identitas Nasional
Dengan branding yang tepat, ekowisata bisa menjadi keunggulan Indonesia di mata dunia. Bukan hanya Bali atau Jakarta yang dikenal, tapi juga desa-desa kecil dengan kearifan lokalnya.
Contoh terbaru adalah pengembangan Geopark Belitong yang masuk daftar UNESCO Global Geoparks. Hal ini membuktikan bahwa ekowisata Indonesia semakin diakui dunia internasional.
Penutup: Menjaga Alam, Merayakan Budaya
Ekowisata Indonesia adalah tentang harmoni: antara manusia dan alam, antara tradisi dan modernitas, antara ekonomi dan keberlanjutan. Ia memberi pengalaman lebih dari sekadar liburan—ia mengajarkan cara hidup yang lebih bijak.
Bagi wisatawan, ini kesempatan untuk melihat Indonesia dengan cara berbeda: bukan hanya dari foto Instagram, tapi dari interaksi nyata dengan alam dan masyarakat. Bagi bangsa, ekowisata adalah modal besar untuk membangun pariwisata yang tahan lama dan membanggakan.
Seperti kata pepatah lokal, “Alam dijaga, hidup sejahtera.” Dengan ekowisata, Indonesia bisa terus menjadi destinasi impian dunia, tanpa kehilangan jati diri dan kelestarian alamnya.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Travel
Baca Juga Artikel Dari: Sepeda Gunung Alam: Petualangan Menyatu dengan Keindahan