Jakarta, incatravel.co.id – Ada sesuatu tentang Gunung Everest yang tak pernah gagal memikat. Mungkin karena ia adalah titik tertinggi di Bumi. Mungkin karena sejarahnya yang penuh perjuangan. Atau mungkin karena kita semua punya sisi dalam diri yang ingin berkata, “Aku bisa sampai ke sana.”
Saya masih ingat cerita seorang pendaki asal Bandung, sebut saja namanya Rio, yang pernah gagal mencapai puncak karena badai salju memaksa timnya balik di ketinggian 8.200 meter. Katanya, “Gunung ini bukan cuma soal kekuatan fisik. Tapi soal mental, tim, dan takdir juga.” Kalimat itu melekat di kepala saya sampai sekarang.
Tapi tenang, kamu tidak harus menjadi pendaki ekstrem untuk menikmati Gunung Everest. Banyak pelancong awam yang datang hanya untuk trekking, menikmati pemandangan, dan merasakan atmosfer pegunungan Himalaya yang begitu agung.
Cara Menuju Everest: Dari Kathmandu ke Base Camp
Kalau kamu baru pertama kali merencanakan perjalanan ke Everest, kamu mungkin berpikir: “Oke, jadi tinggal terbang ke Nepal, terus jalan ke puncak?” Sayangnya, tidak sesederhana itu.
Ada dua rute utama untuk mendekati Gunung Everest:
1. Rute Nepal
Ini adalah rute paling populer, dimulai dari Kathmandu → Lukla (dengan pesawat kecil) → Namche Bazaar → Base Camp. Rute ini bukan untuk summit, tapi untuk trekking sampai titik base camp di ketinggian 5.364 meter.
Trek ini memakan waktu sekitar 12–14 hari, termasuk aklimatisasi. Meskipun tidak memerlukan keterampilan mendaki profesional, tetap butuh kondisi fisik yang prima dan stamina bagus.
Rata-rata pelancong memilih EBC karena:
-
Pemandangan spektakuler sepanjang jalan
-
Bertemu dengan sherpa dan budaya lokal
-
Aman dan relatif well-maintained
2. Rute Tibet
Lebih jarang dipilih karena izinnya lebih sulit dan biaya lebih mahal. Namun pemandangannya tak kalah indah, dan jalurnya cocok untuk ekspedisi resmi ke summit.
Biaya Perjalanan ke Gunung Everest — Realistis, Tapi Tidak Murah
Mari bicara soal anggaran. Mendaki Everest bukan sekadar perjalanan backpacker ke gunung lokal. Ini adalah ekspedisi yang butuh logistik, izin, dan tim.
1. Trekking ke Everest Base Camp
Kalau kamu “hanya” ingin trekking ke base camp:
-
Tiket pesawat ke Nepal: Sekitar 8–15 juta (PP dari Jakarta ke Kathmandu)
-
Penerbangan ke Lukla: Sekitar 3–5 juta
-
Paket trekking: Mulai dari 10–25 juta tergantung operator (sudah termasuk akomodasi, guide, porter)
-
Izin trekking (TIMS dan Sagarmatha Permit): Sekitar 1–1,5 juta
Total estimasi biaya: 25–40 juta rupiah
Catatan penting: harga ini bisa fluktuatif tergantung musim, inflasi lokal, dan kebijakan Nepal.
2. Mendaki sampai Puncak (Summit Expedition)
Kalau tujuanmu adalah mencapai puncak Gunung Everest:
-
Biaya izin pemerintah Nepal: sekitar USD 11.000
-
Biaya ekspedisi (logistik, oxygen, sherpa, training, dll): USD 35.000 – 70.000+
-
Total bisa mencapai 60.000 – 100.000 USD (setara 900 juta – 1,5 miliar rupiah)
Karena itu, summit Gunung Everest biasanya dilakukan oleh mereka yang memang punya dedikasi penuh terhadap mountaineering — atau dukungan sponsor besar.
Persiapan Fisik, Mental, dan Peralatan
Jangan percaya orang yang bilang, “Ah, cuma jalan kaki kok.” Bahkan trekking ke base camp Everest adalah ujian stamina serius.
1. Persiapan Fisik
Latihan minimal 3–4 bulan sebelumnya. Fokus pada:
-
Hiking panjang 8–10 km dengan beban
-
Latihan kardio (lari, sepeda, stair master)
-
Latihan kekuatan otot kaki dan punggung
Contoh: Dewi, seorang arsitek dari Surabaya, mengaku sempat kena altitude sickness saat naik ke Namche Bazaar. “Padahal di Surabaya gue kuat jogging. Tapi di sini napas dua kali udah pusing,” katanya. Artinya? Latihan fisik penting, tapi jangan remehkan faktor ketinggian.
2. Peralatan
Beberapa gear wajib:
-
Sepatu hiking berkualitas (waterproof dan ankle support)
-
Sleeping bag untuk suhu minus
-
Jaket down, base layer, dan lapisan anti angin
-
Trekking poles
-
Obat AMS (Acute Mountain Sickness) seperti Diamox
Kalau ikut paket trekking, beberapa gear bisa disewa. Tapi sepatu dan jaket utama lebih baik milik sendiri.
3. Mental dan Logistik
Ini bukan soal “kuat atau enggak”, tapi apakah kamu nanastoto siap menghadapi:
-
Kedinginan ekstrem
-
Toilet terbatas (bahkan kadang harus pakai tenda toilet)
-
Menu makanan terbatas (kebanyakan vegetarian)
-
Koneksi internet nyaris nihil di atas 4.000 meter
Musim Terbaik dan Tips Anti-Gagal ke Gunung Everest
Kapan Waktu Terbaik ke Everest?
-
Maret–Mei (Spring): Musim terbaik. Cuaca cerah, jalur lebih stabil. Tapi juga ramai.
-
September–November (Autumn): Cuaca bagus, tapi suhu lebih dingin mulai malam.
-
Desember–Februari: Super dingin dan sepi. Hanya cocok untuk profesional.
-
Juni–Agustus (musim hujan): Tidak disarankan karena kabut dan tanah licin.
Tips Travel ke Gunung Everest
-
Aklimatisasi adalah segalanya. Jangan naik terlalu cepat. Ikuti aturan: naik tinggi, tidur rendah.
-
Bawa cash dalam rupee Nepal. Tidak semua desa punya ATM.
-
Asuransi perjalanan yang cover helikopter sangat disarankan.
-
Hormati budaya lokal. Jangan sembarang foto warga tanpa izin, dan selalu lepas sepatu saat masuk rumah atau penginapan.
-
Jangan egois. Kalau tubuh memberi sinyal bahaya, balik. Base camp itu bukan panggung ego, tapi tempat kita belajar tentang keterbatasan.
Penutup: Gunung Everest Lebih dari Sekadar Gunung
Gunung Everest bukan hanya soal ketinggian. Ia adalah simbol dari sesuatu yang lebih besar—keteguhan hati, rasa hormat pada alam, dan kesadaran bahwa manusia hanyalah bagian kecil dari semesta.
Banyak orang naik ke base camp dan berkata, “Saya belum sampai puncak, tapi saya sudah sampai di tempat yang tidak pernah saya bayangkan.” Dan itu cukup. Karena dalam perjalanan ini, yang penting bukan cuma tujuan, tapi proses dan perubahan yang terjadi dalam diri.
Jadi, jika kamu merasa panggilan itu datang—panggilan untuk melihat dunia dari tempat yang lebih tinggi, secara harfiah dan emosional—Everest akan menyambutmu. Dengan syarat: kamu datang dengan persiapan, kerendahan hati, dan rasa hormat pada alam.
Baca Juga Artikel dari: Keagungan Haeinsa Temple: Warisan Budaya Korea yang Abadi
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Travel