Jakarta, incatravel.co.id – Liburan itu penting. Tapi bagaimana kalau liburanmu justru memberi manfaat, bukan cuma buat kamu, tapi juga buat alam dan masyarakat lokal?
Inilah esensi dari Pengalaman Eco-Tourism atau wisata berkelanjutan. Sebuah cara menikmati bumi tanpa meninggalkan jejak kerusakan. Dan percayalah, pengalaman eco-tourism bukan hanya tentang hemat plastik atau nginep di glamping. Ini tentang menyelami hidup yang lebih lambat, sadar, dan penuh rasa syukur.
Sebagai pembawa berita yang sempat meliput proyek wisata konservasi di Flores dan Kalimantan, saya bisa bilang—eco-tourism itu bukan tren. Ini gerakan. Gerakan sadar bahwa wisata kita punya dampak, dan kita bisa memilih arah dampak itu: merusak atau menjaga.
Mari kita bahas semuanya di sini. Mulai dari apa itu eco-tourism, kisah nyata yang inspiratif, sampai tips dan rekomendasi tempat yang bisa kamu coba sendiri di Indonesia.
Apa Itu Eco-Tourism? Bukan Sekadar Wisata ke Alam
Saat kamu mendengar kata “Pengalaman Eco-Tourism,” mungkin yang langsung terbayang adalah jalan-jalan ke hutan, lihat orangutan, atau nginep di pondok bambu. Itu tidak salah. Tapi kurang tepat.
Pengalaman Eco-Tourism (ekowisata) adalah bentuk perjalanan ke area alami dengan tujuan menjaga kelestarian lingkungan, memberi manfaat ekonomi ke masyarakat lokal, dan sekaligus memperkaya pengalaman pribadi wisatawan lewat interaksi yang otentik.
Jadi, beda ya antara “liburan ke alam” dan “Pengalaman Eco-Tourism.” Yang pertama bisa saja merusak kalau gak sadar. Yang kedua—eco-tourism—secara sadar dirancang untuk melindungi alam, memperkuat budaya lokal, dan menumbuhkan empati.
Prinsip Utama Pengalaman Eco-Tourism:
-
Minimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan budaya.
-
Edukasi dan keterlibatan: wisatawan belajar langsung dari lokal.
-
Kontribusi ekonomi buat komunitas lokal.
-
Konservasi aktif: sebagian hasil wisata digunakan untuk pelestarian.
-
Kapasitas terbatas: tidak massal, agar alam tidak overcapacity.
Organisasi konservasi internasional seperti WWF dan TIES (The International Ecotourism Society) juga menekankan bahwa Pengalaman Eco-Tourism itu bukan sekadar “greenwashing.” Ia butuh sistem, komitmen, dan konsistensi dari pelaku wisata dan wisatawannya.
Anekdot Nyata: Belajar dari Komunitas Wisata di Flores
Tahun lalu saya berkesempatan mengunjungi Desa Wae Rebo, Nusa Tenggara Timur—desa adat yang sudah terkenal sebagai salah satu destinasi Pengalaman Eco-Tourism terbaik di Indonesia.
Perjalanan 3 jam trekking menanjak jadi ujian fisik yang bikin ngos-ngosan. Tapi ketika sampai, rasa capek itu langsung lenyap. Udara bersih. Rumah adat berjajar seperti lukisan. Anak-anak bermain tanpa gadget. Dan yang paling mengharukan: sambutan warga yang begitu tulus.
Wae Rebo bukan destinasi turis biasa. Di sana, pengunjung harus mengikuti tata cara adat, menghormati ruang suci, dan tidak bebas memotret sembarangan. Tapi justru itu yang membuat kunjungan terasa mendalam.
Setiap wisatawan yang datang juga diminta menginap semalam di rumah adat. Selama di sana, kamu akan diajak ikut aktivitas warga: menenun, menanam kopi, hingga ikut malam doa bersama. Ini bukan gimmick. Ini adalah cara mereka menjaga budaya sambil membuka diri pada dunia.
Yang menarik, uang kontribusi dari tamu digunakan untuk perawatan desa, beasiswa anak, dan pelatihan regenerasi budaya. Eco-tourism di sana berjalan bukan sebagai bisnis, tapi sebagai sistem komunitas yang berkelanjutan.
Manfaat Pengalaman Eco-Tourism: Untuk Alam, Manusia, dan Kamu Sendiri
Kenapa harus repot-repot liburan dengan cara berkelanjutan? Kenapa gak sekadar staycation di hotel atau roadtrip dengan AC penuh?
Karena faktanya, wisata massal sudah banyak menimbulkan kerusakan. Dari Bali yang over-tourism, sampah di Gunung Gede, hingga mercusuar selfie di banyak desa wisata yang tak terurus setelah viral.
Pengalaman Eco-Tourism menawarkan pendekatan yang lebih bertanggung jawab.
A. Untuk Alam:
-
Mengurangi emisi dan jejak karbon.
-
Mendorong konservasi spesies langka dan kawasan kritis.
-
Menghindari overdevelopment dan pembabatan lahan.
B. Untuk Komunitas Lokal:
-
Pendapatan langsung ke warga, bukan ke pemilik modal luar.
-
Pelestarian budaya dan kearifan lokal lewat interaksi.
-
Kemandirian desa tanpa tergantung bantuan pemerintah.
C. Untuk Diri Sendiri:
-
Pengalaman otentik yang menyentuh hati.
-
Meningkatkan kesadaran ekologis.
-
Healing yang benar-benar menyatu dengan alam.
Pengalaman Eco-Tourism memberi ruang untuk merenung, bukan hanya bersenang-senang. Ini bukan soal mengorbankan kenyamanan, tapi menemukan makna baru dari pengalaman.
Panduan Praktis: Cara Jadi Wisatawan Eco-Friendly
Gak harus pergi ke pelosok untuk jadi eco-traveler. Kamu bisa memulai dari kebiasaan kecil saat traveling. Ini dia panduan yang bisa kamu terapkan langsung, bahkan untuk trip pendek:
Sebelum Berangkat:
-
Pilih destinasi yang menerapkan prinsip ekowisata.
-
Bawa perlengkapan ramah lingkungan: botol minum, alat makan, kantong kain.
-
Hindari itinerary yang padat dan melelahkan alam.
Selama Perjalanan:
-
Dukung bisnis lokal: homestay, warung, guide warga setempat.
-
Jangan tinggalkan jejak: bawa pulang semua sampahmu.
-
Hormati adat dan budaya lokal. Jangan memotret tanpa izin.
-
Gunakan transportasi umum atau berjalan kaki sebisa mungkin.
Setelah Pulang:
-
Bagikan pengalamanmu dengan jujur dan edukatif.
-
Jangan hanya unggah foto keren, tapi beri info tentang nilai dan perjuangan komunitas.
-
Dukung lagi secara online: beli produk mereka, promosikan ke teman.
Menjadi wisatawan ramah lingkungan bukan berarti harus jadi aktivis. Tapi cukup dengan sadar bahwa setiap pilihanmu berdampak.
Rekomendasi Destinasi Pengalaman Eco-Tourism Terbaik di Indonesia
Berikut adalah daftar tempat Pengalaman Eco-Tourism di Indonesia yang bisa jadi inspirasi. Daftar ini bukan berdasarkan popularitas, tapi berdasarkan nilai keberlanjutan dan pengalaman otentik:
1. Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta
Dulu desa gersang, sekarang jadi contoh sukses desa wisata berbasis masyarakat. Pengunjung bisa belajar bertani kakao, menginap di homestay, dan trekking ke Gunung Api Purba.
2. Kampung Bantar, Ciamis, Jawa Barat
Kampung adat yang mengembangkan ekowisata sungai dan konservasi hutan bambu. Ada paket susur sungai, tanam pohon, sampai kelas masak tradisional.
3. Pulau Pahawang, Lampung
Pulau kecil yang mengembangkan snorkling edukatif dengan pelestarian terumbu karang oleh nelayan setempat. Turis diajak ikut menanam karang, bukan hanya foto-foto.
4. Taman Nasional Tangkoko, Sulawesi Utara
Habitat alami tarsius dan kuskus. Wisatawan bisa ikut patroli hutan bersama ranger lokal sambil belajar konservasi satwa liar.
5. Desa Penglipuran, Bali
Contoh klasik desa yang menjaga arsitektur dan tradisi Bali dengan baik. Meski terkenal, mereka menjaga kuota pengunjung harian agar tidak over-tourism.
Setiap tempat ini punya cerita. Dan saat kamu jadi bagian dari perjalanan itu, kamu bukan hanya penonton. Kamu ikut menjaga kisah itu terus berlanjut.
Penutup: Eco-Tourism, Pilihan Cerdas di Dunia yang Butuh Disembuhkan
Di zaman serba instan, kadang kita lupa bahwa bumi ini juga butuh waktu istirahat. Butuh perlakuan lembut. Butuh wisatawan yang datang dengan hati, bukan hanya kamera.
Pengalaman eco-tourism mengajarkan bahwa perjalanan paling berkesan bukan yang paling mahal atau paling jauh. Tapi yang paling menyentuh. Yang membuat kita sadar bahwa ada hubungan antara jejak kaki kita dan kehidupan yang kita temui di sepanjang jalan.
Jadi, saat kamu merencanakan liburan berikutnya, coba tanya dirimu:
Apakah perjalanan ini akan memperkaya dunia? Atau justru menambah bebannya?
Dan kalau jawabannya adalah pilihan pertama—selamat datang di dunia eco-tourism. Dunia yang pelan, sadar, tapi penuh makna.
Baca Juga Artikel dari: Serunya Trip Lintas Kota: Cerita, Tips, dan Inspirasi Indonesia
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Travel