Leisure Traveler: Wisata Santai Jadi Favorit Milenial dan Gen Z

Jakarta, incatravel.co.id – Dulu, traveling seringkali soal daftar tempat. “Bucket list” jadi istilah sakral. Gunung ini? Cek. Pantai itu? Cek. Tapi sekarang, ada pergeseran. Generasi milenial dan Gen Z mulai meninggalkan pola itu. Mereka lebih memilih perjalanan yang lambat, ringan, dan… bermakna.
Di sinilah istilah leisure traveler mulai mengemuka.

Leisure traveler bukan sekadar turis. Mereka adalah penjelajah santai yang memilih kualitas pengalaman daripada kuantitas destinasi. Mereka tidak terburu-buru mengunjungi lima tempat dalam satu hari. Sebaliknya, mereka bisa duduk berjam-jam di satu kafe lokal hanya untuk menikmati vibe, berbincang dengan pemiliknya, atau sekadar membaca buku sembari menyeruput kopi.

Saya ingat waktu ngobrol dengan Rani, freelancer konten kreatif yang sudah setahun keliling Indonesia. “Buatku, traveling bukan pelarian. Tapi bagian dari hidup. Aku bisa kerja dari mana saja, jadi aku pilih tempat yang bikin tenang, bukan yang penuh itinerary padat,” katanya sambil tertawa kecil.

Fenomena ini bukan kebetulan. Pasca pandemi, semakin banyak orang yang mengadopsi gaya hidup slow travel. Dan leisure traveling adalah wujud paling konkret dari cara baru menikmati dunia ini—lebih pelan, lebih sadar, lebih personal.

Ciri-Ciri Leisure Traveler—Apakah Kamu Salah Satunya?

Leisure Traveler

Leisure traveler bukan label eksklusif. Siapa pun bisa menjadi satu, asalkan punya pendekatan tertentu terhadap perjalanan. Berikut beberapa ciri khas yang sering melekat pada para pelancong tipe ini:

1. Perjalanan Tanpa Target Ketat

Leisure traveler tidak pusing dengan agenda yang ketat. Mereka lebih suka menyesuaikan rencana dengan mood. Kadang bisa mendadak ikut kelas masak lokal, atau malah melewatkan kunjungan ke landmark populer demi tidur siang yang nyenyak.

2. Menghindari Keramaian Wisatawan

Alih-alih ikut rombongan tur besar, mereka cenderung memilih tempat sepi, hidden gem, atau destinasi yang belum viral. Alasannya simpel: ingin merasakan suasana autentik.

3. Menginap Lebih Lama di Satu Tempat

Berbeda dengan wisatawan cepat yang pindah-pindah kota setiap hari, leisure traveler lebih suka tinggal beberapa hari atau minggu di satu lokasi. Bahkan, ada yang tinggal berbulan-bulan untuk lebih membaur dengan masyarakat lokal.

4. Membawa Kerja Sambil Liburan (Workation)

Karena banyak leisure traveler berasal dari latar belakang remote worker, mereka sering memadukan liburan dengan pekerjaan. Tapi bukan kerja paksa. Mereka tahu cara membagi waktu, dan tahu kapan harus benar-benar unplug.

5. Fokus pada Pengalaman, Bukan FOMO

Leisure traveler tidak terlalu peduli jika tidak sempat foto di tempat paling ikonik. Bagi mereka, momen terbaik kadang justru terjadi di tempat dan waktu yang tak terduga—seperti main congklak sama anak kecil lokal, atau belajar menumbuk kopi di desa.

Jika kamu pernah membatalkan itinerary hanya karena jatuh cinta pada satu sudut kota, atau pernah berteman dekat dengan pemilik penginapan gara-gara ngobrol tiap sore, besar kemungkinan kamu sudah jadi leisure traveler… tanpa sadar.

Destinasi Favorit Leisure Traveler di Indonesia—Dari Gunung Sampai Pesisir

Gaya traveling ini bukan berarti harus ke luar negeri atau tempat mahal. Justru di Indonesia, pilihan destinasi untuk leisure traveler melimpah ruah. Yang dicari bukan sekadar keindahan, tapi suasana yang menenangkan dan koneksi personal.

1. Ubud, Bali

Bali memang klasik, tapi Ubud tetap jadi surga bagi mereka yang ingin liburan bernapas panjang. Dikelilingi sawah, hutan, dan komunitas seni, Ubud menawarkan retreat, yoga, hingga kafe tenang untuk kerja dan healing.

2. Tetebatu, Lombok Timur

Sering dijuluki “Ubud-nya Lombok”. Di sini, kamu bisa menginap di homestay keluarga, belajar menanam padi, atau sekadar menatap Gunung Rinjani sambil menyeruput teh jahe. Waktu berjalan pelan di Tetebatu.

3. Pulau Kei, Maluku Tenggara

Jauh dari keramaian. Pantai putihnya belum banyak terjamah turis massal. Cocok untuk leisure traveler yang ingin berenang di air sebening kristal dan makan ikan bakar langsung dari nelayan.

4. Batu, Malang

Suhu sejuk, banyak tempat peristirahatan alam, dan kafe yang mendukung remote working. Batu jadi pilihan menarik untuk kombinasi liburan dan kerja ringan.

5. Samosir, Danau Toba

Menawarkan kombinasi pemandangan dan budaya. Kamu bisa menyatu dengan kehidupan Batak di desa-desa kecil, berjalan kaki, atau naik sepeda tanpa dikejar waktu.

Leisure traveler memilih tempat dengan cerita, bukan hanya rating. Mereka mencari ruang untuk merasakan, bukan sekadar memamerkan.

Tips Traveling Ala Leisure Traveler—Biar Santai Tapi Tetap Punya Arah

Meskipun konsepnya santai, leisure traveling tetap butuh strategi agar tidak berujung jadi “mager traveling”. Berikut beberapa tips yang bisa kamu terapkan:

1. Pilih Akomodasi yang Mendukung Gaya Hidupmu

Kalau kamu perlu internet stabil untuk kerja, cari penginapan dengan fasilitas coworking atau minimal review bagus soal konektivitas. Tapi kalau niatnya benar-benar ingin disconnect, tempat tanpa WiFi juga bisa jadi pilihan.

2. Bawa Barang Seperlunya

Leisure traveler cenderung ringan dalam packing. Satu tas punggung, baju multifungsi, dan alat kerja (jika perlu) sudah cukup. Traveling ringan = gerak lebih bebas.

3. Sediakan Waktu ‘Kosong’ dalam Itinerary

Tidak perlu isi setiap hari dengan jadwal padat. Sisakan waktu untuk duduk di warung, ngobrol dengan warga lokal, atau menjelajahi gang kecil yang tidak ada di Google Maps.

4. Ikuti Kegiatan Lokal

Belajar membuat batik, ikut memancing di laut, atau bantu panen di kebun warga bisa jadi pengalaman yang jauh lebih berkesan dibanding kunjungan museum formal.

5. Jaga Koneksi, Tapi Tetap Hadir

Posting di media sosial itu sah-sah saja. Tapi jangan biarkan kamera jadi penghalang untuk benar-benar hadir di momen. Leisure traveling adalah tentang menikmati—bukan mengejar likes.

Terlalu banyak wisatawan kelelahan di tengah liburan mereka sendiri. Leisure traveler tahu cara menghindari itu.

Mengapa Leisure Traveler Menjadi Tren Global yang Semakin Menguat?

Fenomena leisure traveler bukan hanya terjadi di Indonesia. Ini adalah gerakan global yang semakin terlihat pasca pandemi. Saat orang mulai mempertanyakan esensi dari bepergian, gaya traveling yang pelan dan bermakna menjadi jawaban alami.

1. Respon terhadap Burnout Kolektif

Pandemi membuat kita sadar bahwa hidup bukan soal kecepatan. Banyak orang sekarang traveling bukan untuk kabur, tapi untuk pulih. Dan leisure traveling adalah medium yang tepat untuk itu.

2. Tumbuhnya Ekonomi Remote dan Digital Nomad

Semakin banyak pekerjaan yang tidak butuh kantor tetap. Hal ini membuka peluang bagi siapa saja untuk menjadikan dunia sebagai tempat kerja. Tapi bukan sekadar pindah laptop ke Bali, melainkan membawa ritme hidup yang lebih tenang ke tempat baru.

3. Kesadaran Ekologis dan Sosial

Leisure traveler lebih peduli soal jejak karbon, dampak sosial, dan ekonomi lokal. Mereka cenderung menginap di homestay, makan di warung, dan berinteraksi langsung dengan masyarakat ketimbang hanya menjadi pengunjung pasif.

4. Perubahan Pola Pikir Tentang “Liburan”

Kini, liburan tidak harus berarti “lari dari kehidupan.” Bisa jadi justru “kembali ke diri sendiri.”
Konsep ini sangat resonan dengan generasi yang makin akrab dengan istilah seperti mindfulness, healing, dan self-discovery.

Leisure traveler, dalam banyak hal, adalah manifestasi dari pencarian hidup yang lebih utuh, lebih lambat, dan lebih manusiawi.

Kesimpulan: Leisure Traveling Adalah Seni Mengalami, Bukan Sekadar Melihat

Di era digital dan kehidupan cepat, leisure traveler mengingatkan kita bahwa perjalanan bukan soal seberapa banyak tempat yang dikunjungi, tapi seberapa dalam kita mengalami tiap tempat yang disinggahi.

Ini bukan tren kosong. Tapi gaya hidup yang menciptakan ruang untuk tenang, bertumbuh, dan terkoneksi.

Jadi, jika kamu mulai merasa bosan dengan itinerary penuh foto atau pusing merencanakan liburan cepat, mungkin sekarang saatnya menjadi leisure traveler.

Buka peta, pilih satu tempat yang belum kamu kenal. Lalu biarkan dirimu perlahan jatuh cinta—tanpa terburu-buru.

Baca Juga Artikel dari: Siem Reap: Tips & Pengalaman Seru di Negeri Candi

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Travel

Author