JAKARTA, incatravel.co.id – Desa Sade merupakan salah satu desa adat yang terletak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Secara administratif, desa ini berada di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Saat saya berkunjung ke sana, saya langsung merasakan atmosfer kental budaya Suku Sasak yang begitu autentik. Tidak seperti tempat wisata lain yang telah banyak mengalami modernisasi, Desa Sade tetap mempertahankan struktur tradisionalnya.
Lokasi Strategis, Mudah Dijangkau Wisatawan
Selain unik, lokasi Desa Sade juga sangat strategis. Desa ini hanya berjarak sekitar 8 kilometer dari Bandara Internasional Lombok dan dekat dengan kawasan wisata Mandalika. Oleh karena itu, banyak wisatawan yang memilih mampir ke Desa Sade setelah mendarat di Lombok. Saya sendiri waktu itu menggunakan mobil sewaan dan hanya butuh sekitar 15 menit dari bandara. Perjalanan menuju desa ini sangat nyaman karena jalannya sudah beraspal halus.
Rumah Tradisional yang Mengagumkan
Salah satu daya tarik utama dari Desa Sade adalah rumah tradisionalnya yang masih terbuat dari bahan-bahan alami. Atap rumah menggunakan alang-alang, sedangkan dinding dan lantainya terbuat dari anyaman bambu serta tanah liat yang dicampur kotoran kerbau. Mungkin terdengar ekstrem, tetapi kenyataannya, campuran tersebut justru membuat rumah tetap sejuk dan bebas serangga. Setiap rumah dibangun dengan tata letak yang khas dan memiliki fungsi tertentu. Misalnya, rumah ‘Bale Tani’ dipakai untuk tempat tinggal, sedangkan ‘Lumbung’ digunakan untuk menyimpan padi.
Nilai-Nilai Budaya yang Masih Dipegang Teguh
Penduduk Desa Sade tidak hanya menjaga bentuk fisik rumah mereka, tetapi juga mempertahankan adat istiadat dan nilai-nilai budaya. Misalnya, tradisi kawin lari atau “merariq” masih berlaku di sini. Meskipun saya tidak secara langsung melihat prosesi itu, warga lokal dengan senang hati menjelaskannya kepada saya. Mereka menceritakan bahwa pria harus “menculik” wanita yang ia cintai sebagai bentuk lamaran. Kemudian, keluarga kedua belah pihak akan mengadakan musyawarah untuk menyetujui pernikahan tersebut. Tradisi ini membuat saya semakin kagum karena mereka berhasil menjaga identitas budaya tanpa tergerus zaman.
Tari Tradisional sebagai Media Ekspresi Budaya
Saat saya menyusuri bagian tengah desa, saya melihat sekelompok anak-anak sedang berlatih tari tradisional Sasak. Mereka menari dengan lincah mengikuti irama musik yang dimainkan secara live menggunakan alat musik seperti gendang beleq dan rebana. Saya pun langsung duduk menikmati pertunjukan tersebut. Ternyata, tari ini biasanya dipentaskan untuk menyambut tamu penting atau sebagai bentuk perayaan adat. Melalui tarian ini, masyarakat Desa Sade menyampaikan pesan-pesan sosial dan sejarah nenek moyang mereka.
Kerajinan Tangan yang Bernilai Seni Tinggi
Tak lengkap rasanya jika tidak membicarakan kerajinan tangan khas Desa Sade. Salah satu hasil kerajinan yang paling terkenal adalah kain tenun ikat. Hampir setiap perempuan di desa ini memiliki keahlian menenun. Proses pembuatan kain tenun bisa memakan waktu hingga dua minggu, tergantung pada motif dan ukuran kain. Saya sempat mencoba menenun dan ternyata butuh ketelatenan luar biasa. Hasil tenun tersebut dijual sebagai oleh-oleh dan sering kali dihargai tinggi oleh wisatawan. Hal ini menunjukkan bahwa kreativitas masyarakat Desa Sade mampu memberi nilai ekonomi yang signifikan.
Peran Perempuan dalam Struktur Sosial Desa
Perempuan di Desa Sade memegang peranan penting dalam menjaga kelangsungan budaya. Selain menenun, mereka juga bertugas mengajarkan nilai-nilai adat kepada anak-anak mereka sejak usia dini. Bahkan, seorang gadis tidak diperbolehkan menikah sebelum bisa menenun. Ketentuan ini tidak dimaksudkan sebagai pembatasan, melainkan sebagai simbol kedewasaan dan kesiapan seorang perempuan dalam berumah tangga. Saat saya berbincang dengan salah satu ibu-ibu di sana, beliau menyampaikan bahwa peran perempuan sangat dihargai karena menjadi penjaga identitas budaya Sasak.
Kehidupan Sehari-Hari yang Harmonis dan Bersahaja
Kehidupan masyarakat Desa Sade masih sangat sederhana. Mereka menjalani rutinitas harian dengan penuh rasa syukur dan kebersamaan. Hampir tidak ada perselisihan besar karena mereka lebih memilih menyelesaikan masalah melalui musyawarah adat. Anak-anak bermain di halaman, ibu-ibu menenun sambil mengobrol, dan para lelaki pergi ke ladang atau memperbaiki rumah. Saya sangat menikmati suasana ini karena memberikan pelajaran berharga tentang hidup yang tenang dan tidak serakah. Saya pun merasa seolah diajak kembali ke masa di mana segala sesuatunya berjalan lebih lambat dan bermakna.
Desa Sade Pariwisata yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan
Meskipun Desa Sade telah menjadi destinasi wisata populer, pengelolaan pariwisatanya tetap mengutamakan keberlanjutan. Mereka tidak membangun hotel mewah atau fasilitas modern di tengah desa. Sebaliknya, mereka memilih membatasi jumlah wisatawan agar tidak mengganggu keseimbangan ekosistem sosial dan budaya. Menurut salah satu pemandu lokal, desa ini telah bekerja sama dengan pemerintah daerah dan lembaga non-profit untuk memastikan bahwa pariwisata membawa dampak positif. Bahkan, sebagian hasil kunjungan wisata digunakan untuk perbaikan fasilitas umum dan pelatihan warga.
Desa Sade Kegiatan Edukasi bagi Wisatawan
Sebagai bagian dari promosi budaya, Desa Sade juga menyediakan berbagai program edukatif bagi para wisatawan. Pengunjung dapat mengikuti workshop menenun, belajar membuat makanan khas Sasak, atau berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong. Saya sempat ikut pelatihan singkat menenun dan jujur saja, hasilnya tidak terlalu bagus, tetapi pengalaman itu sangat menyenangkan. Selain itu, saya juga mencicipi makanan lokal seperti “nasi balap” dan “ayam taliwang” yang disajikan dengan cara tradisional. Aktivitas-aktivitas ini membuat saya merasa lebih dekat dengan warga desa dan menghargai warisan budaya mereka.
Desa Sade Cerita Mistis yang Melekat di Tengah Masyarakat
Tidak bisa dipungkiri bahwa Desa Sade juga memiliki sisi mistis yang kental. Konon, beberapa rumah tua di desa ini dianggap memiliki penjaga gaib. Walau demikian, masyarakat tidak merasa takut, melainkan percaya bahwa roh-roh tersebut adalah leluhur yang melindungi mereka. Menurut warga, selama kita bersikap sopan dan tidak merusak tempat, maka tidak akan terjadi hal-hal buruk. Kepercayaan ini menambah warna tersendiri dalam kehidupan masyarakat dan menunjukkan bagaimana tradisi spiritual masih kuat melekat.
Desa Sade Peran Anak Muda dalam Melestarikan Tradisi
Meskipun teknologi semakin berkembang, anak-anak muda di Desa Sade tetap bangga menjadi bagian dari komunitas ini. Mereka tidak malu mengenakan pakaian adat atau berbicara dalam bahasa Sasak. Bahkan, beberapa dari mereka aktif di media sosial untuk mempromosikan desa mereka ke dunia luar. Salah seorang pemuda yang saya temui mengaku tengah membangun channel YouTube berisi dokumentasi kegiatan budaya dan kehidupan sehari-hari di desanya. Upaya ini tentu sangat positif karena membuat budaya lokal tetap relevan di mata generasi sekarang.
Menggali Potensi Desa Sade Lebih Dalam Lagi
Selama kunjungan saya, saya melihat masih banyak potensi yang bisa dikembangkan lebih jauh. Misalnya, desa ini bisa memperluas kegiatan wisata edukatif atau membuka kelas daring untuk belajar budaya Sasak. Selain itu, mereka juga dapat membentuk koperasi yang mengelola hasil kerajinan dan membagi keuntungan secara adil. Dengan cara ini, masyarakat Desa Sade tidak hanya menjaga budaya, tetapi juga memperoleh manfaat ekonomi secara berkelanjutan.
Pelajaran Berharga yang Saya Dapatkan
Setelah seharian berada di Desa Sade, saya merasa pulang dengan hati yang penuh. Saya belajar bahwa hidup tidak harus mewah untuk bisa bahagia. Nilai gotong royong, kesederhanaan, dan cinta terhadap budaya sendiri adalah hal-hal yang sering terlupakan di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern. Salah satu warga sempat berkata kepada saya, “Kami tidak punya banyak, tapi kami selalu bersyukur.” Kalimat itu benar-benar menampar saya secara halus dan menyadarkan bahwa kekayaan sesungguhnya adalah rasa cukup dan kedamaian.
Desa Sade, Simbol Kekuatan Budaya Lokal
Desa Sade bukan sekadar tempat wisata, melainkan simbol dari kekuatan budaya lokal yang tetap bertahan meski waktu terus bergulir. Dengan komitmen masyarakat untuk menjaga adat, desa ini menjadi contoh nyata bahwa kemajuan dan pelestarian budaya bisa berjalan berdampingan. Maka dari itu, bila Anda berkesempatan berkunjung ke Lombok, jangan lewatkan untuk singgah ke Desa Sade. Di sana, Anda tidak hanya menjadi wisatawan, melainkan juga sahabat budaya.
Temukan informasi lengkapnya Tentang: Travel
Baca Juga Artikel Berikut: Menyapa Pulau Weh: Permata dari Ujung Barat Indonesia